Mata Pencaharian Non Perdagangan Pasar Beringharjo (Yogyakarta), Pasar Piyungan (Bantul), Pasar Jatisrono (Wonogiri)

A.     Latar Belakang

Kita ketahui kemajuan dunia kini telah semakin meningkat, dan mulai muncul dengan adanya Globalisasi serta proses Industrialisasi yang mulai berkembang begitu pesat. Hal itu tentu mempunyai keuntungan bagi kehidupan manusia sekarang ini. Yaitu perkembangan IPTEK yang semakin memudahkan manusia, dan hal ini tentu menuntut manusia untuk berpikir lebih berkembang mengikuti alur perubahan zaman ini karena tentu pada era Industrialisasi lebih mementingkan pada sumber daya manusia yang lebih berpendidikan dan mempunyai keahlian. Sehingga sangat jelas dari begitu banyaknya jumlah penduduk di Indonesia ( terutama yang memasuki usia tenaga kerja ) terjadi persaingan yang amatlah ketat. Dan mereka – merekalah yang lebih berpendidikan dan mempunyai kemampuan yang akan memenangkan persaingan itu.

Dalam hal ini saya mencoba memandang masalah ini dengan realita yang ada dalam lingkungan pasar terutama pasar tradisional, yaitu dengan objek penelitian  Pasar Beringharjo Yogyakarta, Pasar Piyungan Bantul dan juga Pasar Jatisrono di kecamatan Jatisrono kabupaten Wonogiri.
Lalu pertanyaannya, bagaimanakah dengan mereka – mereka yang secara tidak langsung kalah dalam persaingan? Terutama bagi wanita – wanita atau Ibu – ibu yang telah memasuki usia paruh baya dan yang hampir memasuki usia hampir senja yang notabene dari kalangan menengah kebawah atau bahkan masuk dalam kategori miskin yang mayoritas tentu kurang perpendidikan dengan skill yang minimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya? Pekerjaan atau usaha apa yang mereka – mereka ini lakukan untuk memenuhinya? Tentu bukan sebagai pedagang grosir maupun pedagang eceran yang mendominasi kegiatan perdagangan di pasar tersebut.

Banyak diantara mereka yang memilih menjadi ‘pekerja kasar’ dalam lingkungan tersebut. Dan karena latarbelakang ketidak mampuan perekonomian dan pendidikan yang mereka miliki sedangkan tuntutan kebutuhan sehari – hari yang mendesak mereka untuk harus dipenuhi.

B.     Kajian Pustaka
1.      Kemiskinan
a.       Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan  orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin (Suparlan, 1984)
b.      Oscar Lewis dalam buku Kemiskinan di Perkotaan, menyebutkan bahwa kemiskinan bukanlah semata – mata berupa kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran kebudayaan dan kejiwaan (psikologi) dan member corak tersendiri pada kebudayaan yang seperti itu yang diwariskan dari generasi orang tua pada generasi anak – anak dan seterusnya melalui proses sosialisasi, sehingga jika dilihat dalam perspektif ini, kebudayaan kemiskinan tetap lestari.
c.        

C.     Pembahasan
Dari realitas yang ada saat ini tentang pengaruh proses kemajuan bangsa atau globalisasi dan industri yang sedang berkembang saat ini sangatlah terasa bagi kalangan bawah atau orang – orang yang tergolong kurang mampu. Seperti yang telah saya singgung di atas yaitu terutama dalam hal persaingan hidup dalam pencarian mata pencaharian. Hasil pengamatan mata pencaharian non perdagangan di tiga pasar tradisional yaitu Pasar Beringharjo, Pasar Piyungan, dan Pasar Jatisrono, dengan objek buruh gendong atau kuli gendong di Pasar Beringharjo dan Pasar Piyungan, sedangkan di Pasar Jatisrono dengan objek pengangkut air untuk para pedagang.
Lalu permasalahannya, mengapa mereka memilih bekerja sebagai buruh gendong atau sebagai pengangkut air? Mengapa mereka tidak memilih bekerja sebagai pedagang saja?
Inilah yang akan coba saya jelaskan. Mungkin ada banyak faktor yang mendorong orang – orang tersebut bekerja sebagai buruh gendong atau sebagai pengangkut air. Namun saya rasa yang paling utama ada dua faktor, yaitu :
1.      Kemiskinan,
2.      Kemampuan skill yang kurang.

Dari faktor yang pertama yaitu kemiskinan tentu sangat berpengaruh dalam hal mata pencaharian. Dan jelas faktor kemiskinan atau kurangnya ekonomi inilah yang membuat mereka bekerja sebagai buruh gendong atau pengangkut air. Karena untuk membuka suatu usaha tentu membutuhkan modal yang besar terlebih modal dalam bentuk materi. Dan dengan kondisi sulitnya perekonomian dalam keluarga inilah yang membuat mereka harus bekerja membanting tulang agar kebutuhan keluarga mereka terpenuhi.

Lalu faktor yang kedua yaitu kemampuan skill yang kurang atau terbatas. Sekarang ini untuk memperoleh pekerjaan yang layak, seseorang dituntut untuk memiliki ketrampilan atau skill dalam suatu bidang. Misalnya, dalam perekrutan karyawan usaha perbengkelan. Maka sang pemilik harus memilih orang – orang yang telah memiliki ketrampilan dalam hal perbengkelan. Begitu juga dalam hal perdagangan. Apabila seseorang memang tidak mempunyai ketrampilan dalam berdagang, maka kemungkinan besar usahanya tersebut akan bangkrut. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya suatu skill atau kemampuan seseorang untuk memperoleh suatu pekerjaan. Keterbatasan skill tentu ada faktornya. Kurangnya pendidikan mungkin berpengaruh terhadap kemampuan skill yang kurang dari seseorang. Atau bisa juga karena kurangnya mengikuti perkembangan zaman yang telah mengalami pertumbuhan modernisasi ini. Kurangnya pengetahuan tentang tekhnologi juga berpengaruh besar dalam pencarian mata pencaharian. Di zaman modern ini di butuhkan tenaga – tenaga yang telah paham dengan perkembangan tekhnologi, salah satunya komputer. Seperti contoh di Sekolah Dasar di lingkungan saya yang kini telah merekrut seorang karyawan yang mampu menggunakan komputer yang nantinya ditugaskan untuk membantu para guru untuk menulis tugas mereka di dalam komputer. Contoh tersebut memberi gambaran betapa pentingnya pengetahuan tenang tekhnologi di zaman sekarang ini. Dari kurangnya skill pun juga mengakibatkan tersingkirnya dari persaingan dalam mencari pekerjaan.
Dalam hal pentingnya skill ini pun rasanya jelas dikatakan oleh seorang pengangkut air yang saya temui di Pasar Jatisrono yaitu Pak Slamet. Saat saya bertanya mengapa tidak memilih bekerja sebagai pedagang saja? Dia menjawab bahwa kalau bukan kemampuannya untuk berdagang karena beliau tidak mempunyai ketrampilan dalam berdagang. Padahal kondisi perekonomian keluarga Pak Slamet ini bisa dikatakan cukup karena sang istribekerja di pabrik, sedangkan kedua anak putrinya masih mampu di sekolahkan hingga Sekolah Menengah Atas ( SMA ). Dan dirumahnya pun masih ada 3 petak sawah yaitu 2 petak untuk lahan tanaman padi dan satu petak untuk tegalan yang nanti hasilnya dapat di panen dalam waktu dekat ini.   Jadi bisa dikatakan bahwa skill tau kemampuan turut berpengaruh dalam hal pencarian maa pencaharian dan untuk menghadapi kehidupan sekarang ini.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Mata Pencaharian Non Perdagangan Pasar Beringharjo (Yogyakarta), Pasar Piyungan (Bantul), Pasar Jatisrono (Wonogiri)"

Posting Komentar